JURNALISTIK PESANTREN SARANA ’DAKWAH BIL QALAM’
Oleh : Asdaq Fillah FR
(Alumni Ponpes Tahsin dan saat ini menimba ilmu di Ponpes AMANATUL UMMAH Surabaya)

   Pesantren mempunyai peran khusus dalam menciptakan orang-orang jurnalis, karena pesantren sangat strategis untuk menciptakan orang seperti itu, coba kita lihat akan keidentikan jurnalistik itu sendiri yang mana identik dengan tulis menulis, sedangkan pesantren menggunakan sistem belajar atu pendidikan 24 jam dimana pendidikan itu tidak akan pernah lepas dari yang namanya jurnalistik atau tulis menulis, jadi secara otomatis pesatren adalah lumbung atau gudang orang-orang jurnalis.
   Banyak orang beranggapan bahwa pesantren akan mencetak orang-orang yang kolot dan kuper. Tapi hal itu dapat kita sanggah akan kesalahan anggapan itu, karena pada dasarnya pesantren merupakan wadah segala ilmu. Baik itu ilmu tentang agama dan ilmu umum, misalnya tauhid, fiqih dan nahwu. Dari segi ilmu umum, dapat kita ambil contoh matematika, fisika, biologi dan bahasa Indonesia. Maka pesantren merupakan sistem perpaduan antara pendidikan agama dan pendidikan umum, sehingga intelektual terdidik dan moralpun ikut juga terdidik, maka tidak ada simpang-siur dan seimbang antara moral dan intelektual. Jelaslah orang-orang pesantren tidak akan pernah dikatakan kolot dan kuper. Hal itu dapat kita buktikan diberbagai media elektronik maupun cetak di Indonesia banyak dari kalangan orang-orang pesantren.
   Dalam bidang kejurnalistikan, pesantren tidak akan kekurangan stok karena setiap kali dan setiap waktu mereka (santriwan dan santriwati) hanya diisi dengan ibadah, menulis dan belajar. Sehingga mengakibatkan bagi mereka terbiasa menulis dan mengenal kaidah dalam tulis-menulis, sebagai mana pepatah mengatakan “bisa karena terbiasa”. Segala sesuatu apabila sudah terbiasa, maka lambatlaun akan bisa. Apalagi dalam pesantren itu disediakan tempat khusus untuk mengenal lebih dalam tentang jurnalistik, misalnya majalah, buletin, mading dan masih banyak lagi yang lainnya. Maka sudah jelas akan status pesantren dengan jurnalistik yang telah menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan.
   Untuk itu Santri pondok pesantren diharapkan merambah semua lini kehidupan, termasuk dunia jurnalistik dan media massa. Jurnalistik menjadi salah satu sarana dalam melakukan dakwah, yakni dakwah `bil qalam` atau berdakwah melalui pena.
   Dunia jurnalistik perlu digeluti sebagai wujud partisipasi dan tanggungjawab santri dalam berdakwah nanti. Dewasa ini pengaruh media massa dalam kehidupan masyarakat sangat terasa. Hal ini sudah tidak mungkin dihindari lagi. Komunitas pesantren yang umumnya memiliki kehati-hatian tinggi dalam merespons berbagai budaya baru yang datang, sulit untuk menghindari pengaruh media. Karena itu, santri perlu memahami dunia jurnalistik agar mengetahui tata cara dan seni dalam berinteraksi dengan kalangan media massa.
   Bila santri memahami jurnalistik dengan baik, ada banyak manfaat yang dirasakan langsung baik oleh santri maupun pesantren, antara lain dapat melakukan kontrol terhadap media massa, dapat berpartisipasi mengisi ruang publik di media massa hingga melakukan berbagai proteksi terhadap kepentingan komunitas pesantren.
"Tidak semua santri akan menjadi kiai atau ustadz. Karena itu pesantren perlu menyalurkan minat dan bakat mereka, agar mereka dapat menjadi diri sendiri."

Comments :

0 komentar to “ ”